SELAMAT DATANG DI BLOGGER SAYA http://warta-wirti.blogspot.co.id/ TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG by ALEXYNET

Thursday, March 17, 2016

Inilah usia tepat membangun rasa percaya diri pada anak. Jangan sampai Anda terlewat!

Tahukah Anda, usia 3-5 tahun adalah satu-satunya rentang usia pembentukan rasa percaya diri? Di luar usia itu, usaha Anda untuk membuat anak percaya diri, akan menjadi amat sulit untuk dilakukan. Lalu apa saja yang harus dihadapi?

  • Balita, adalah usia yang sering dianggap enteng karena biasa disebut masih kecil. Padahal sebetulnya, kunci kehidupan seseorang di masa depannya berada di fase balita. Di usia 0-2 tahun adalah saatnya seseorang membentuk attachment. Hal ini tak terjadi lagi di usia lain meski koneksi juga masih harus terus dipertahankan pada usia selanjutnya.
    Karena ternyata, usia 3-5 tahun adalah satu-satunya fase seseorang membentuk kepercayaan dirinya. Jika, ia berhasil, maka kesulitan menghadapi masa remaja takkan terjadi. Jadi, sebetulnya masa balita ini adalah masa paling rumit, ya kan? Apalagi, selain perkembangan kognitif, motorik dan sebagainya, ada perkembangan sosioemosional yang juga terjadi.
    Biasanya ciri-ciri sosioemosional anak usia 3-5 tahun adalah; ia mulai mengembangkan konsep dirinya. Ia mulai melihat dirinya sebagai individu yang punya sesuatu dalam diri, seperti siapa aku? Apa kemampuanku? Sikapku seperti apa? Karena itu juga ia seringkali merasa bersemangat untuk menghadapi tugas baru dan menemukan apa saja yang mampu dilakukannya. Dengan itu ia akan merasa bisa ini dan itu.
    Hal ini menjadi rumit, karena ia semakin memahami emosi dan penyebabnya. Karena itu, tak jarang mereka yang berada di fase ini mengalami rasa percaya diri yang rendah, dan sering berkata "Aku tidak bisa" pada sesuatu yang terasa sulit. Kejadian ini biasanya kerap membuat orangtua merasa tak sabar, sebab biasanya dilakukan sambil menangis atau mengamuk.
    Sayangnya, kita tidak punya pilihan lain selain bersabar, agar bisa membantunya melakukan regulasi emosi dan membangkitkan kembali rasa percaya dirinya yang naik turun itu. karena memunculkan rasa keberhargaan diri ini amat penting terjadi pada fase 3-5 tahun, atau yang lebih sering disebut early childhood. Ini adalah modal awal seorang manusia. Apakah ia akan tumbuh sebagai anak yang "Aku tidak bisa" karena pada fase ini ia kerap mengalami celaan seperti "Aduh adek mainnya bukan begitu.." atau "Kamu salah dong, harusnya begini, ah kamu tidak bisa deh.."?
    Atau ia akan tumbuh dengan percaya diri yang baik, karena kita memercayainya untuk melakukan sesuatu yang baru dengan caranya, dan mau membuka diri dengan memberikan dorongan penuh kepadanya? Tentu semua orangtua menginginkan anak yang percaya diri, bukan? Lalu apa yang harus dilakukan?
    • Manajemen ekspektasi: jangan mengharapkan anak itu seperti orang dewasa. Pilih beberapa hal saja yang menurut kita amat penting untuk dikoreksi, agar anak merasa dihargai. Koreksi yang penting itu sebaiknya berkaitan dengan kejujuran, kasih sayang. Selain itu, pilih juga kalimat yang akan digunakan untuk mengoreksi anak. Akan lebih baik jika kita menggunakan langsung kalimat yang memberi solusi, ketimbang mengawalinya dengan celaan. Sebab anak mungkin lupa kalimatnya, namun tak pernah lupa rasanya.
    • Tingkatkan rasa percaya: dia akan tumbuh baik jika ia merasa bisa menguasai satu hal. Merasa bisa mengambil gelas, bisa menyendok nasi ke piringnya, merasa bisa mencuci piring. Sebab di usia ini ia ingin mencoba semua.
    • Tangkap semua kebaikan kecil: biasanya orangtua hanya memuji untuk hal-hal besar dan terpaku pada hasil akhir yang baik. Mari kita ubah, dengan mulai memuji hal-hal kecil, dan fokuskan pada usahanya. Selalu temukan sisi positif pada kerja anak. Misalnya ia membereskan mainannya sendiri, atau berusaha makan dengan rapi. Gunakan kalimat yang juga positif seperti "Terima kasih ya sudah mau bantu bereskan mainan, anak hebat!" hindari kalimat "Gitu dooong beresin mainan" sebab itu bukan pujian.
    • Jangan mencap anak: kata-kata seperti "Anak hebat" "Anak cantik" "Anak pintar" akan lebh baik dikeluarkan saat memuji proses dan hasil kerjanya yang baik. Mengungkapkan puji-pujian tanpa melakukan apa pun hanya akan membuatnya over confidence. Dampak jeleknya akan terjadi saat dewasa. Misalnya ia merasa cantik, lalu saat ada satu jerawat di hidung ia merasa dirinya kehilangan kecantikan.
    • Izinkan ekspresi emosi: Membantu anak untuk melakukan regulasi emosi, salah satunya adalah dengan mengizinkan dirinya mengekspresikan emosi yang muncul. Yang harus dibatasi adalah perilaku negatif, namun emosi harus keluar.
    • Jangan ambil hati: Jika ada anak yang berulah, tak perlu mengambil hati dan menyalahkan diri sendiri. Sebab hal itu terjadi bukan karena kita, namun karena dirinya yang memang sedang kesulitan mengalami fase baru.

No comments:

Post a Comment