SELAMAT DATANG DI BLOGGER SAYA http://warta-wirti.blogspot.co.id/ TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG by ALEXYNET

Saturday, March 26, 2016

'Melangkahi' kakak bisa membawa sial? Masa sih?

Adat istiadat lokal memang merupakan warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan. Namun kadang ada juga aturan adat yang harus dipertimbangkan kembali dengan akal sehat. Misalnya aturan Ngelangkahi untuk Adik yang menikah duluan.

  • Menjalani kehidupan berkeluarga di Indonesia, memang masih banyak aturan adat yang berlaku dan mau tak mau harus dituruti. Namun bagaimana dengan aturan "ngelangkahi" yang masih banyak dipegang, saat tidak bolehnya seorang adik lebih dulu menikah sebelum kakaknya, karena nantinya si kakak akan sial? Aturan ini seringkali terasa memberatkan, karena urusan jodoh sulit diprediksi, bukan?
    Menurut psikolog Irma Makarim, tiap keluarga punya kebiasaan, aturan, dan adat yang diikutinya. Salah satunya adalah adat dari tradisi lama, yang tak menganjurkan seorang adik untuk menikah mendahului kakaknya. Saat ini sebagian besar keluarga sudah meninggalkannya karena dianggap menghambat kebahagiaan seseorang, tetapi sebagian lain masih mempertahankan adat ini.
    Nglangkahi merupakan salah satu tradisi Timur, khususnya di Indonesia, yang dilandasi oleh sikap hormat kepada orang yang lebih tua. Psikolog Rieny Hasan bahkan mengatakan; namanya saja sudah mitos, tak ada landasan kuat untuk mempercayainya, secara akal sehat maupun dikaitkan dengan agama yang dianut. Namun, di sisi lain, kalau ini dipercaya maka seakan-akan bisa ampuh, artinya lalu terbukti benar.
    Kemasan-kemasan pikiran dan ujaran negatif ini dalam bahasa Inggris disebut Killing words, karena pada akhirnya akan menghunjam ke diri si pembicara sendiri. Di dalam ilmu psikologi, kondisi ini dikenal dengan nama Self-fulfilling prophecy. Kira-kira artinya: setiap kata-kata atau keyakinan atau sikap terhadap sesuatu maupun kondisi tertentu yang kita bayangkan dan sekaligus yang kita percaya akan terjadi pada diri kita, biasanya berpeluang amat besar untuk benar- benar terjadi.
    Nah, kalau sudah demikian, yang semestinya tak terjadi pun bisa jadi kenyataan! Dari sinilah pangkal munculnya nasihat yang sudah sering kita dengar: berpikir positif. Sederhana, tapi implementasinya sukar. Karena sebagai mahluk sosial, manusia selalu punya harapan dan keinginan yang terkait dengan keberadaan kita bersama orang lain di dunia ini. Maka, muncullah keinginan untuk menyenangkan orangtua kita.
    Jadinya, didahului adik menikah, tidak dianggap sebagai belum datangnya jodoh, melainkan aib bagi keluarga. Padahal, kita semua tahu bahwa jodoh itu di tangan Tuhan. Padahal, menurutnya, tak ada salahnya jika adik menikah duluan. "Tidak perlu percaya Anda akan sial kalau dilangkahi." Cobalah untuk lebih rajin menoleh ke sekeliling kita. Banyak, lho, yang pernah keduluan menikah oleh adiknya tapi baik-baik saja hidupnya. Kalau Anda tampak tenang dan bisa menguasai diri, pastilah sikap dan perlakuan lingkungan akan berubah menghargai Anda.
    Begitu juga jika Anda berada dalam posisi adik yang hendak menikah lebih dulu. Menurut psikolog Monty Satiadarma, dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga tentu ada kaidah dan kesepakatan sosial yang layak dipertimbangkan, walau tak senantiasa harus sepenuhnya ditaati. Kepedulian sosial merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan atas landasan etika nurani, akan tetapi adakalanya pengambilan keputusan harus tetap dilakukan guna melangkah ke jenjang kehidupan berikutnya.
    Layak kiranya Anda minta persetujuan dari kakak untuk 'melangkahi', tapi tidak layak jika kemudian Anda menyerahkan keputusan hidup Anda di tangan kakak. Layaklah Anda menaruh respek kepada kakak dan mencintainya, tetapi bukan berarti Anda harus sepenuhnya menggantungkan keputusan di tangan orang lain. Anda tentu tak berniat menyakiti hati orang yang Anda cintai, tetapi jika Anda harus mengambil keputusan demi kehidupan Anda sendiri di masa depan, langkah itu tetap harus ditempuh. Adakalanya kita tidak bisa mengambil keputusan guna menyenangkan hati orang lain semata-mata, namun dengan demikian kita justru akan menyangkal diri kita sendiri.
    Menjalani hidup bukan hanya untuk menyenangkan hati semua orang. Perkara jodoh, itu merupakan salah satu bentuk takdir. Masa, harus melepas orang yang memang sudah cocok dan siap menikah, hanya karena kakak takut sepanjang hidupnya menjadi sial? Di sinilah kemampuan komunikasi Anda dengan orangtua dan kakak diuji. Sebaik apa Anda mampu meyakinkan seluruh pihak, bahwa mitos tak selalu benar?

No comments:

Post a Comment