- Setiap bulan, kita pasti menghitung pendapatan dan
pengeluaran. Ada pula yang rajin menghitung tabungan maupun investasi.
Mungkin ada peningkatan, bukan tak mungkin juga ada penurunan. Hal yang
biasa terjadi setiap saat.
Namun, pernahkah kita menghitung berapa banyak yang sudah kita bagi untuk orang-orang yang tidak seberuntung kita? Pernahkah kita mengalokasikan dana, sedikit lebih banyak untuk berbagi dengan mereka?
Kenyataannya, jumlah orang miskin di Indonesia tak mengalami penurunan yang signifikan. Artinya, masih amat banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Pernahkah berpikir bahwa kita bekerja banting tulang siang-malam, sebaiknya tidak hanya untuk menguatkan perekonomian pribadi, namun juga untuk membantu sesama?
Organisasi Hak Asasi Manusia dan Amal Internasional, Oxfam, di 2013, pernah membuat laporan yang terkait dengan penyelenggaraan World Economic Forum di Davos. Menurut lembaga ini, ada satu jurus jitu untuk menghentikan penyebaran virus kemiskinan di muka bumi. Namun jurus tersebut hanya dimiliki oleh 100 orang terkaya di dunia. Pada 2012, orang-orang kaya tersebut menghasilkan pendapatan bersih hingga 240 miliar dolar AS. Jumlah tersebut cukup untuk membuat orang miskin bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Ditambahkan pula, bahwa orang-orang terkaya di dunia itu mengalami peningkatan penghasilan hingga 60 persen dalam 20 tahun terakhir. Krisis keuangan dunia sama sekali tak memengaruhi jumlah uang mereka. Kekayaan mereka justru bertambah, sementara jutaan orang di dunia masih kelaparan.
Direktur kampanye Oxfam Ben Phillips, menyatakan, biasanya dunia hanya berbicara tentang 'mereka yang tidak punya apa-apa' dan 'mereka yang punya'. Namun kini, pembahasan harus juga melibatkan 'mereka yang punya segala-galanya'. "Kami fokus pada kemiskinan. Kami bekerja dengan orang-orang paling miskin yang ada di dunia. Sekarang keadaannya sudah di luar kendali. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin ekstrem," ujarnya.
Salah satu cara untuk menyelesaikannya hanya dengan melibatkan kelompok 'satu persen' tersebut. Mereka yang memiliki kekayaan ekstrem untuk menyelesaikan kemiskinan ekstrem. Oleh karena itu, mereka berharap para pemimpin dunia berkomitmen mengurangi kesenjangan ekonomi.
Hal ini seperti teguran yang mengingatkan kita untuk menanamkan lagi nilai-nilai yang pernah ditanamkan oleh orangtua pada kita sejak kecil dulu. Orangtua kita, bahkan kita kini, sebagai orangtua, gemar betul meneriaki anak-anak kecil untuk berbagi. Mengajak anak-anak untuk bermain dan makan bersama-sama, harus bisa saling membagi yang dimiliki.
Sayangnya, nilai mulia tersebut mulai memudar saat kita beranjak dewasa dan merasakan sendiri betapa sulitnya mencari uang. Padahal semestinya, kita mencari rezeki bukan hanya untuk pribadi namun juga untuk membantu orang lain.
Mulailah menyisihkan sebagian kecil yang kita miliki. Atau sengaja menabung dana untuk kemudian diberikan dalam jumlah yang cukup banyak untuk seseorang membuka usaha. Menabung untuk kepada sesama yang belum bisa mandiri secara ekonomi.
Hal ini sebenarnya juga investasi bagi kita sendiri. Dengan saling membantu dan membahagiakan orang yang membutuhkan, tentu membuat hati kita merasa lebih bahagia. Selain itu, rangkaian perbuatan baik ini akan membuat Indonesia jadi lebih baik. Nah, sudahkah kita berinvestasi kebahagiaan dengan berbagi terhadap sesama?
Friday, March 18, 2016
Semakin banyak rezeki, semakin banyak berbagi, demi Indonesia yang lebih baik
Ada peningkatan dalam pendapatan rutin anda? Hal apa yang pertama
terpikirkan? tabungan pendidikan, pensiun, cicilan, atau liburan?
Pernahkah terbersit untuk meningkatkan juga jumlah yang akan dibagi pada
orang lain?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment